Lembu suro
* * *Alkisah, di daerah Jawa Timur, ada seorang raja bernama Raja
Brawijaya yang bertahta di Kerajaan Majapahit. Ia mempunyai seorang putri yang cantik
jelita bernama Dyah Ayu Pusparani. Sang Putri memiliki keindahan tubuh yang
sangat memesona, kulitnya lembut bagai sutra, dan wajahnya elok berseri
bagaikan bulan purnama. Sudah banyak pengeran datang melamar, namun Prabu
Brawijaya belum menerima satu pun lamaran agar tidak terjadi kecemburuan di
antara pelamar yang lain. Di sisi lain, penguasa Majapahit itu juga tidak ingin
menolak secara langsung karena takut mereka akan menyerang kerajaannya.
, Prabu Brawijaya menemukan sebuah cara, yaitu ia akan mengadakan sayembara
bahwa barang siapa yang berhasil merentang busur sakti Kyai Garudayeksa dan
mengangkat gong Kyai Sekardelima maka dialah yang berhak mempersunting
putrinya. Ia memerintahkan para pengawalnya untuk menyampaikan pengumuman
tersebut kepada seluruh rakyatnya, termasuk kepada para raja dan pangeran dari
kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Pada saat yang telah ditentukan, para peserta dari berbagai negeri telah
berkumpul di alun-alun istana
Kerajaan. Prabu Brawijaya pun tampak duduk di atas singgasananya dan didampingi
oleh permaisuri dan putrinya. Setelah busur Kyai Garudyeksa dan gong Kyai
Sekadelima disiapkan, Prabu Brawijaya segera memukul gong pertanda acara
dimulai. Satu persatu peserta sayembara mengeluarkan seluruh kesaktiannya untuk
merentang busur dan mengangkat gong tersebut, namun tak seorang pun yang
berhasil. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mendapat musibah. Ada yang
patah tangannya karena memaksakan diri merentang busur sakti itu, dan ada pula
yang patah pinggangnya ketika mengangkat gong besar dan berat itu.
Ketika Prabu Brawijaya akang memukul gong untuk menutup sayembara itu,
tiba-tiba datanglah seorang pemuda berkepala lembu hendak mengandu
keberuntungan.
Lembu sura “Ampun, Gusti Prabu!
Apakah hamba diperkenankan mengikuti sayembara ini?”
Prabu brawijaya “Hai, pemuda aneh!
Siapa namamu?.
Lembu sura “Nama saya Lembu Sura,”
jawab pemuda itu.
Prabu Brawijaya beranggapan bahwa pemuda itu tidak akan mampu merentang busur
sakti dan mengangkat gong besar itu. Ia pun mengizinkannya mengikuti sayembara
itu sebagai peserta terakhir.
“Baiklah! Kamu boleh mengikuti sayembara ini,” ujar Prabu Brawijaya.
Lembu Sura pun menyanggupi persyaratan itu. Dengan kesaktiannya, ia segera
merentang busur Kyai Garudayaksa dengan mudah. Keberhasilan Lembu Sura itu
diiringi oleh tepuk tangan para penonton yang sangat meriah. Sementara itu,
Putri Dyah Ayu Pusparani terlihat cemas, karena ia tidak ingin bersuamikan
manusia berkepala lembu.
Ketika Lembu Sura menghampiri gong Sekardelima, semua yang hadir tampak
tegang, terutama sang Putri. Ia sangat berharap agar Lembu Sura gagal melewat
ujian kedua itu. Tanpa diduganya, pemuda berkepala lembu itu ternyata mampu
mengangkat gong Sekardelima dengan mudah. Tepuk tangan penonton pun kembali
bergema, sedangkan Putri Dyah Ayu Purpasari hanya terdiam. Hatinya sangat sedih
dan dan kecewa.
“Aku tidak mau bersuami orang yang berkepala lembu,” seru sang Putri seraya
berlari masuk ke dalam istana.
Mendengar ucapan putrinya itu, Prabu Brawijaya langsung terkulai karena
telah mengecewakan putrinya. Namun sebagai seorang raja, ia harus menepati
janjinya untuk menjaga martabatnya. Dengan demikian, Putri Dyah Ayu Pusparani
harus menerima Lembu Sura sebagai suaminya.
`Hadirin sekalian! Sesuai dengan janjiku, maka Lembu Sura yang telah
memenangkan sayembara ini akan kunikahkan dengan putriku!” seru Prabu
Brawijaya.
Seluruh pesarta sayembara pun berlomba-lomba memberikan ucapan selamat
kepada Lembu Sura. Sementara itu, di dalam istana, Putri Dyah Ayu Pusparani
menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Berhari-hari ia mengurung diri di
dalam kamar. Ia tidak mau makan dan minum. Melihat tuannya sedang sedih,
seorang pengawal berusaha membujuk dan menasehatinya.
“Ampun, Tuan Putri! Jika Tuan Putri tidak mau menikah dengan Lembu Sura,
sebaiknya Tuan Putri segera mencari jalan keluar sebelum hari pernikahan itu
tiba,” ujar pengawal 1
Mendengar nasehat itu, sang Putri langsung terperanjat dari tempat
tidurnya.
“Benar juga katamu, pengawal! Kita harus mencari akal agar pernikahanku
dengan orang yang berkepala lembu itu dibatalkan. Tapi, apa yang harus kita
lakukan? Apakah pengawal mempunyai usul?” tanya sang Putri bingung.
“Ampun, Tuan Putri! Bagaimana kalau Tuan Putri meminta satu syarat yang
lebih berat lagi kepada Lembu Sura?” usul pengawal 2
“Apakah syarat itu, pengawal?” tanya sang Putri penasaran.
“Mintalah kepada Lembu Sura agar Tuan Putri dibuatkan sebuah sumur di
puncak Gunung Kelud untuk tempat mandi kalian berdua setelah acara pernikahan
selesai. Tapi, sumur itu harus selesai dalam waktu semalam,” usul pengawal. 1
Putri Dyah Ayu pun menerima usul pengawal,lembu sura menyanggupi persaratan
tersebut.
Setibanya di Gunung Kelud, Lembu Sura mulai menggali tanah dengan
menggunakan sepasang tanduknya. Dalam waktu tidak berapa lama, ia telah
menggali tanah cukup dalam. Ketika malam semakin larut, galian sumur itu
semakin dalam. Lembu Sura sudah tidak tampak lagi dari bibir sumur. Melihat hal
itu, Putri Dyah Ayu Pusparani semakin panik. Ia pun mendesak ayahandanya agar
menggagalkan usaha Lembu Sura membuat sumur.
“Ayah! Apa yang harus kita lakukan? Putri tidak mau menikah dengan Lembu
Sura,” keluh sang Putri dengan bingung.
Prabu Brawijaya pun tidak ingin mengecewakan putri kesayangannya untuk yang
kedua kalinya. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan sebuah cara untuk
menghabisi nyawa Lembu Sura.
“Pengawal! Timbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan besar!” seru Prabu
Brawijaya.
“ Baik PRABU! Pengawal!” 1 2
Tak seorang pun pengawal yang berani membantah. Mereka segera melaksanakan
perintah rajanya. Lembu Sura yang berada di dalam sumur berteriak-teriak
meminta tolong.
“Tolooong...! Tolooong...! Jangan timbun aku dalam sumur ini!” demikian
teriakan Lemu Sura.
Para pengawal tidak menghiraukan teriakan Lembu Suara. Mereka terus
menimbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan. Dalam waktu sekejap, Lembu Sura
sudah terkubur di dalam sumur. Meski demikian, suaranya masih terdengar dari
dalam sumur. Lembu Sura melontarkan sumpah kepada Prabu Brawijaya dan seluruh
rakyat Kediri karena sakit hati.
“Yoh, Kediri
mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yaiku Kediri bakal dadi
kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar